Ingin Menjadi Kejawen Sejati?

Bagaimana Menjadi Seorang Kejawen Sejati?
Caranya; puasa lah mutih Senin Kamis, pada saat menjalani puasa tersebut tanyakan pada diri sendiri (dasar2 Olah Roso), apakah Anda suka membohongi diri Anda sendiri? Kalau jawabannya, Anda suka membohongi diri Anda sendiri, maka Anda bukan orang yang cocok untuk Menjadi Seorang Kejawen....
Kejawen adalah orang yang memeluk Agami Jawi. Jawi sendiri memiliki arti dan makna : Berbudi Luhur. Jadi Agami Jawi bukan Agamanya orang Jawa saja, melainkan Agamanya orang yang ingin Berbudi Luhur...

Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik. Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik.
Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Hati Nurani.

Rabu, 02 Juli 2008

Benar Benua Atlantis Itu Indonesia

Prof. Arysio Nunes Dos Santos menerbitkan buku yang menggemparkan : “Atlantis The Lost Continents Finally Found”. Dimana ditemukannya ? Secara tegas dinyatakannya bahwa lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu itu adalah di Indonesia (?!).

Selama ini, benua yang diceritakan Plato 2.500 tahun yang lalu itu adalah benua yang dihuni oleh bangsa Atlantis yang memiliki peradaban yang sangat tinggi dengan alamnya yang sangat kaya, yang kemudian hilang tenggelam ke dasar laut oleh bencana banjir dan gempa bumi sebagai hukuman dari yang Kuasa. Kisah Atlantis ini dibahas dari masa ke masa, dan upaya penelusuran terus pula dilakukan guna menemukan sisa-sisa peradaban tinggi yang telah dicapai oleh bangsa Atlantis itu.

Pencarian dilakukan di Samudera Atlantik, Laut Tengah, Karibia, sampai ke kutub Utara. Pencarian ini sama sekali tidak ada hasilnya, sehingga sebagian orang beranggapan bahwa yang diceritakan Plato itu hanyalah negeri dongeng semata. Profesor Santos yang ahli Fisika Nuklir ini menyatakan bahwa Atlantis tidak pernah ditemukan karena dicari di tempat yang salah. Lokasi yang benar secara menyakinkan adalah Indonesia, katanya..

Prof. Santos mengatakan bahwa dia sudah meneliti kemungkinan lokasi Atlantis selama 29 tahun terakhir ini. Ilmu yang digunakan Santos dalam menelusur lokasi Atlantis ini adalah ilmu Geologi, Astronomi, Paleontologi, Archeologi, Linguistik, Ethnologi, dan Comparative Mythology. Buku Santos sewaktu ditanyakan ke ‘Amazon.com’ seminggu yang lalu ternyata habis tidak bersisa. Bukunya ini terlink ke 400 buah sites di Internet, dan websitenya sendiri menurut Santos selama ini telah dikunjungi sebanyak 2.500.000 visitors. Ini adalah iklan gratis untuk mengenalkan Indonesia secara efektif ke dunia luar, yang tidak memerlukan dana 1 sen pun dari Pemerintah RI.

Plato pernah menulis tentang Atlantis pada masa dimana Yunani masih menjadi pusat kebudayaan Dunia Barat (Western World). Sampai saat ini belum dapat dideteksi apakah sang ahli falsafah ini hanya menceritakan sebuah mitos, moral fable, science fiction, ataukah sebenarnya dia menceritakan sebuah kisah sejarah. Ataukah pula dia menjelaskan sebuah fakta secara jujur bahwa Atlantis adalah sebuah realitas absolut ?

Plato bercerita bahwa Atlantis adalah sebuah negara makmur dengan emas, batuan mulia, dan ‘mother of all civilazation’ dengan kerajaan berukuran benua yang menguasai pelayaran, perdagangan, menguasai ilmu metalurgi, memiliki jaringan irigasi, dengan kehidupan berkesenian, tarian, teater, musik, dan olahraga.


Warga Atlantis yang semula merupakan orang-orang terhormat dan kaya, kemudian berubah menjadi ambisius. Yang kuasa kemudian menghukum mereka dengan mendatangkan banjir, letusan gunung berapi, dan gempa bumi yang sedemikian dahsyatnya sehingga menenggelamkan seluruh benua itu.


Kisah-kisah sejenis atau mirip kisah Atlantis ini yang berakhir dengan bencana banjir dan gempa bumi, ternyata juga ditemui dalam kisah-kisah sakral tradisional di berbagai bagian dunia, yang diceritakan dalam bahasa setempat. Menurut Santos, ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.

Bencana ini menyebabkan punahnya 70% dari species mamalia yang hidup saat itu, termasuk kemungkinan juga dua species manusia : Neandertal dan Cro-Magnon.
Sebelum terjadinya bencana banjir itu, pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan dan Nusa Tenggara masih menyatu dengan semenanjung Malaysia dan benua Asia.


Posisi Indonesia terletak pada 3 lempeng tektonis yang saling menekan, yang menimbulkan sederetan gunung berapi mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, dan terus ke Utara sampai ke Filipina yang merupakan bagian dari ‘Ring of Fire’.


Gunung utama yang disebutkan oleh Santos, yang memegang peranan penting dalam bencana ini adalah Gunung Krakatau dan ‘sebuah gunung lain’ (kemungkinan Gunung Toba). Gunung lain yang disebut-sebut (dalam kaitannya dengan kisah-kisah mytologi adalah Gunung Semeru, Gunung Agung, dan Gunung Rinjani.


Bencana alam beruntun ini menurut Santos dimulai dengan ledakan dahsyat gunung Krakatau, yang memusnahkan seluruh gunung itu sendiri, dan membentuk sebuah kaldera besar yaitu selat Sunda yang jadinya memisahkan pulau Sumatera dan Jawa.
Letusan ini menimbulkan tsunami dengan gelombang laut yang sangat tinggi, yang kemudian menutupi dataran-dataran rendah diantara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia, diantara Jawa dan Kalimantan, dan antara Sumatera dan Kalimantan. Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) .
Abu ini kemudian turun dan menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut.
Gletser di kutub Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.

Tekanan air yang besar ini menimbulkan tarikan dan tekanan yang hebat pada lempeng-lempeng benua, yang selanjutnya menimbulkan letusan-letusan gunung berapi selanjutnya dan gempa bumi yang dahsyat. Akibatnya adalah berakhirnya Zaman Es Pleitocene secara dramatis.

Dalam bukunya Plato menyebutkan bahwa Atlantis adalah negara makmur yang bermandi matahari sepanjang waktu. Padahal zaman pada waktu itu adalah Zaman Es, dimana temperatur bumi secara menyeluruh adalah kira-kira 15 derajat Celcius lebih dingin dari sekarang.


Lokasi yang bermandi sinar matahari pada waktu itu hanyalah Indonesia yang memang terletak di katulistiwa.



Plato juga menyebutkan bahwa luas benua Atlantis yang hilang itu “….lebih besar dari Lybia (Afrika Utara) dan Asia Kecil digabung jadi satu…”. Luas ini persis sama dengan luas kawasan Indonesia ditambah dengan luas Laut China Selatan.

Menurut Profesor Santos, para ahli yang umumnya berasal dari Barat, berkeyakinan teguh bahwa peradaban manusia berasal dari dunia mereka. Tapi realitas menunjukkan bahwa Atlantis berada di bawah perairan Indonesia dan bukan di tempat lain.
Walau dikisahkan dalam bahasa mereka masing-masing, ternyata istilah-istilah yang digunakan banyak yang merujuk ke hal atau kejadian yang sama.
Santos menyimpulkan bahwa penduduk Atlantis terdiri dari beberapa suku/etnis, dimana 2 buah suku terbesar adalah Aryan dan Dravidas.

Semua suku bangsa ini sebelumya berasal dari Afrika 3 juta tahun yang lalu, yang kemudian menyebar ke seluruh Eurasia dan ke Timur sampai Auatralia lebih kurang 1 juta tahun yang lalu. Di Indonesia mereka menemukan kondisi alam yang ideal untuk berkembang, yang menumbuhkan pengetahuan tentang pertanian serta peradaban secara menyeluruh. Ini terjadi pada zaman Pleistocene.

Pada Zaman Es itu, Atlantis adalah surga tropis dengan padang-padang yang indah, gunung, batu-batu mulia, metal berbagai jenis, parfum, sungai, danau, saluran irigasi, pertanian yang sangat produktif, istana emas dengan dinding-dinding perak, gajah, dan bermacam hewan liar lainnya. Menurut Santos, hanya Indonesialah yang sekaya ini (!). Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika.

Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. . Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara.
Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.

Catatan terbaik dari tenggelamnya benua Atlantis ini dicatat di India melalui tradisi-tradisi cuci di daerah seperti Lanka, Kumari Kandan, Tripura, dan lain-lain. Mereka adalah pewaris dari budaya yang tenggelam tersebut.

Suku Dravidas yang berkulit lebih gelap tetap tinggal di Indonesia. Migrasi besar-besaran ini dapat menjelaskan timbulnya secara tiba-tiba atau seketika teknologi maju seperti pertanian, pengolahan batu mulia, metalurgi, agama, dan diatas semuanya adalah bahasa dan abjad di seluruh dunia selama masa yang disebut Neolithic Revolution.
Bahasa-bahasa dapat ditelusur berasal dari Sansekerta dan Dravida. Karenanya bahasa-bahasa di dunia sangat maju dipandang dari gramatika dan semantik. Contohnya adalah abjad. Semua abjad menunjukkan adanya “sidik jari” dari India yang pada masa itu merupakan bagian yang integral dari Indonesia.

Dari Indonesialah lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain. Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip. Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain.

Itulah ringkasan teori Profesor Santos yang ingin membuktikan bahwa benua atlantis yang hilang itu sebenarnya berada di Indonesia. Bukti-bukti yang menguatkan Indonesia sebagai Atlantis, dibandingkan dengan lokasi alternative lainnya disimpulkan Profesor Santos dalam suatu matrix yang disebutnya sebagai ‘Checklist’.

Terlepas dari benar atau tidaknya teori ini, atau dapat dibuktikannya atau tidak kelak keberadaan Atlantis di bawah laut di Indonesia, teori Profesor Santos ini sampai saat ini ternyata mampu menarik perhatian orang-orang luar ke Indonesia. Teori ini juga disusun dengan argumentasi atau hujjah yang cukup jelas.

Kalau ada yang beranggapan bahwa kualitas bangsa Indonesia sekarang sama sekali “tidak meyakinkan” untuk dapat dikatakan sebagai nenek moyang dari bangsa-bangsa maju yang diturunkannya itu, maka ini adalah suatu proses maju atau mundurnya peradaban yang memakan waktu lebih dari sepuluh ribu tahun. Contoh kecilnya, ya perbandingan yang sangat populer tentang orang Malaysia dan Indonesia; dimana 30 tahunan yang lalu mereka masih belajar dari kita, dan sekarang mereka relatif berada di depan kita.

Allah SWT juga berfirman bahwa nasib manusia ini memang dipergilirkan. Yang mulia suatu saat akan menjadi hina, dan sebaliknya. Profesor Santos akan terus melakukan penelitian lapangan lebih lanjut guna membuktikan teorinya. Kemajuan teknologi masa kini seperti satelit yang mampu memetakan dasar lautan, kapal selam mini untuk penelitian (sebagaimana yang digunakan untuk menemukan kapal ‘Titanic’), dan beragam peralatan canggih lainnya diharapkannya akan mampu membantu mencari bukti-bukti pendukung yang kini diduga masih tersembunyi di dasar laut di Indonesia.

Apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan bangsa Indonesia ? Bagaimana pula pakar Indonesia dari berbagai disiplin keilmuan menanggapi teori yang sebenarnya “mengangkat” Indonesia ke posisi sangat terhormat : sebagai asal usul peradaban bangsa-bangsa seluruh dunia ini ?

Coba kita renungkan penyebab Atlantis dulu dihancurkan : penduduk cerdas terhormat yang berubah menjadi ambisius serta berbagai kelakuan buruk lainnya (mungkin ‘korupsi’ salah satunya). Nah, salah-salah Indonesia sang “mantan Atlantis” ini bakal kena hukuman lagi nanti kalau tidak mau berubah seperti yang ditampakkan bangsa ini secara terang-terangan sekarang ini.

Demikian kutipan dari Catatan Bang Ferdy Dailami Firdaus tentang Teori Santos secara ringkas. Bagi yang berminat untuk membaca lebih jelas, dapat langsung ke website Profesor Arysio Nunes Dos Santos – Atlantis The Lost Continent Finally Found http://www.atlan.org/ (badruttamamgaffas.blogspot.com)
Read More..

Minggu, 08 Juni 2008

Kejawen - Bukan Aliran Kebatinan

Agama Pendatang selalu membuat opini, bahwa Kejawen itu adalah "Aliran Kebatinan".

Hal ini dilakukan oleh Agama Pendatang, agar para penganut Kejawen yang masih muda, dan tidak tahu apa-apa, merasa malu untuk mengatakan bahwa dirinya adalah Seorang Kejawen.

Sebab, jika Kejawen itu benar-benar Ilmu Kebatinan, pernyataan diri sebagai Seorang Kejawen merupakan pernyataan yang setara dengan "Saya adalah Dukun"

Dengan opini tersebut, ternyata Agama Pendatang berhasil membuat orang-orang Jawa yang dikenal sangat mempunyai sifat merendah tersebut enggan menyatakan dirinya sebagai Seorang Kejawen.

Padahal pada kenyataanya. Dari penelitian kecil seorang dosen saya, yang seorang Profesor Doktor, menyatakan bahwa dari 100 responden (yang Paranormal), tidak ada satupun Paranormal tersebut yang membacakan mantra-mantranya dengan bahasa Jawa. Mereka - Paranormal, membacakan mantra-mantranya dengan bahasa dan tulisan Arab.
Read More..

Agami Jawi - Bukan Ilmu Kebatinan

Bagi kebanyakan orang, Kejawen hanya dianggap sebagai kebudayaan, sehingga pada akhirnya pun pengurusan Kejawen dimasukan kepada Departemen Kebudayaan.

Hal ini memang merupakan pembusukan yang terstruktur terhadap "Agami Jawi" itu sendiri.

Agama Jawi merupakan Agama yang bertumpu pada Olah Roso, atau dengan kata lain, bertumpu pada pengolahan "Bathin".

Banyak pembodohan yang dilakukan oleh Agama-agama Pendatang, karena mereka sangat berkepentingan bagi perluasan agama mereka sendiri, yang pada akhirnya mereka pun memiliki kepentingan bagi perluasan secara Ekonomi.

Istilah Batin dan Kebatinan adalah dua hal yang sangat berbeda. Tetapi dengan kepintaran Agama Pendatang memelintir itu semua, membuat nasib Kejawen seperti sekarang ini.

Olah Batin itu memiliki ruang yang luas; ada yang untuk mengenali diri sendiri yakni Olah Roso, sementara ada juga yang untuk pengobatan seperti Reiki misalnya.

Reiki saja yang jelas-jelas bukan sebuah Agama, saya pernah menanyakan kepada beberapa anggota dari komunitas mereka. Apakah Reiki itu adalah Kebatinan? Mereka dengan tegas menyatakan Olah Batin bukanlah Kebatinan, seperti yang sering dikatakan oleh orang-orang dari Agama Import.

Read More..

Kejawen - Tuhan Yang Maha Esa Tidak Pernah Menghukum Ciptaannya Sendiri

Seorang Kejawen yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa Tidak Pernah Menghukum CiptaanNya Sendiri.

Hal ini dikarenakan, bahwa semua Agama di dunia meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa bisa membuat apa saja, dan sempurna. Begitu juga yang diyakini oleh Seorang Kejawen.

Jadi intinya, buat apa, Tuhan Yang Maha Esa harus menghukum mahluk CiptaanNya Sendiri?
Karena Tuhan Yang Maha Esa sesungguhnya dapat membuat Manusia Sempurna.

Memangnya Tuhan Yang Maha Esa, seperti orang Belanda yang menggagas "Madurodam"

Selain itu, kita sama-sama yakin bahwa, Tuhan Yang Maha Esa tahu apa saja yang akan terjadi, atau akan menimpa dunia.

Tetapi mengapa ada malapetaka?

Malapetaka itu, ada karena pola interaksi kita tidak harmonis dengan Pihak Lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb).
Read More..

Kejawen - Bersusah-susah Dahulu, Bersenang-senang Kemudian

Pribahasa di atas menggambarkan, bedanya Agami Jawi dengan Agama-agama Pendatang lainnya.

Atau yang pernah saya tulis juga mengenai "Makna Kejawen: Kitab dan Pancing"

"Agami Jawi" memang tidak memiliki Kitab Suci, mengapa?
Karena dengan Manunggaling Kawulo Ghusti, semua sudah terjawab.

Jadi Seorang Kejawen, tidak perlu belajar menghafal untuk mengerti semua itu.

Dengan banyaknya ayat yang harus dihafalkan, menjadikan orang banyak alasan untuk dirinya tidak dalam kondisi "Eling Lan Waspodo"
Read More..

Kejawen - Adalah Sebutan Bagi Penganut "Agami Jawi"

Kejawen adalah sebutan bagi "Penganut Agami Jawi"

Seperti Orang Kristen, disebut Seorang Kristiani, Orang Islam disebut sebagai Muslim, dlsb.

Seorang Kejawen adalah orang yang mempunyai niat dari dalam dirinya, untuk melakoni apa-apa yang tidak menyakiti Pihak Lain (Orang Lain, Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, dlsb)

Karena dalam falsafah Agami Jawi adalah Berbudi Luhur, yang artinya memiliki Pikiran dan Prilaku yang Luhur.
Read More..

Agami Jawi - Agama Tanpa Biaya Tinggi

Bagi kebanyakan Agama yang ada, sadar atau tidak, mereka selalu diajak kepada struktur dari pemahaman agama itu sendiri.

Bagi sebagian agama, justru ada kursus-kursus atau sekolah (di luar sekolah formal), yang memberi pengajaran atau pendalaman.

Tentunya tidak gratis.

Bagi Seorang Kejawen, mereka hanya disarankan untuk memperdalam Olah Roso, yang akan dengan mudah dapat dipelajarinya melalui Puasa Mutih Senen Kamis dan Olah Roso.

Setelah Seorang Kejawen dapat merasakan manfaat Olah Roso, ia pasti sudah dapat naik lagi ke tahap selanjutnya.

Bagi beberapa agama menyarankan atau bahkan diharuskan jika mampu, untuk melakukan Napak Tilas secara Fisik. Yakni, dengan di-iming-imingi hadiah (penghapusan dosa) bagi yang melakukan hal tersebut. Dengan logika ini (penghapusan dosa), dapat dikatakan justru mendiskriditkan Tuhan Yang Maha Esa, yang seolah-olah memiliki pola berbisnis terhadap mahluk ciptaanNya sendiri.

Kasihan ya yang nggak mampu.
Karena seolah Tuhan Yang Maha Esa membedakan Orang Kaya dan Orang Miskin. Semakin Miskin seseorang di Dunia, mereka pun tidak mendapatkan kesempatan untuk masuk Surga. Karena tidak memiliki biaya yang besar, untuk napak tilas tersebut.

Bagi Seorang Kejawen
Hal itu tidak perlu dikhawatirkan. Karena Seorang Kejawen yang telah benar-benar melakoni Puasa Mutih dan Olah Roso dengan Pasrah dan Ikhlas, mereka pasti sudah dapat Napak Tilas secara non-Ragawi, tidak seperti Agama-agama lain yang harus melakukan Napak Tilas secara Fisik.

Read More..

Selasa, 27 Mei 2008

Benua Yang Hilang

Plato (427 – 347 SM) menyatakan bahwa puluhan ribu tahun lalu terjadi berbagai letusan gunung berapi secara serentak, menimbulkan gempa, pencairan es, dan banjir. Peristiwa itu mengakibatkan sebagian permukaan bumi tenggelam. Bagian itulah yang disebutnya benua yang hilang atau Atlantis.

Penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Aryso Santos, menegaskan bahwa Atlantis itu adalah wilayah yang sekarang disebut Indonesia. Setelah melakukan penelitian selama 30 tahun, ia menghasilkan buku Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitifve Localization of Plato‘s Lost Civilization (2005). santos-atlantis.jpgSantos menampilkan 33 perbandingan, seperti luas wilayah, cuaca, kekayaan alam, gunung berapi, dan cara bertani, yang akhirnya menyimpulkan bahwa Atlantis itu adalah Indonesia. Sistem terasisasi sawah yang khas Indonesia, menurutnya, ialah bentuk yang diadopsi oleh Candi Borobudur, Piramida di Mesir, dan bangunan kuno Aztec di Meksiko.

Konteks Indonesia

Bukan kebetulan ketika Indonesia pada tahun 1958, atas gagasan Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja melalui UU no. 4 Perpu tahun 1960, mencetuskan Deklarasi Djoeanda. Isinya menyatakan bahwa negara Indonesia dengan perairan pedalamannya merupakan kesatuan wilayah Nusantara. Fakta itu kemudian diakui oleh Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Merujuk penelitian Santos, pada masa puluhan ribu tahun yang lalu wilayah negara Indonesia merupakan suatu benua yang menyatu. Tidak terpecah-pecah dalam puluhan ribu pulau seperti halnya sekarang.

Santos menetapkan bahwa pada masa lalu itu Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang) sebagai pusatnya. Di wilayah itu terdapat puluhan gunung berapi yang aktif dan dikelilingi oleh samudera yang menyatu bernama Orientale, terdiri dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistocene) . Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Somasir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saaitu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol). Plato menegaskan bahwa wilayah Atlantis pada saat itu merupakan pusat dari peradaban dunia dalam bentuk budaya, kekayaan alam, ilmu/teknologi, dan lain-lainnya. Plato menetapkan bahwa letak Atlantis itu di Samudera Atlantik sekarang. Pada masanya, ia bersikukuh bahwa bumi ini datar dan dikelilingi oleh satu samudera (ocean) secara menyeluruh.

Ocean berasal dari kata Sanskrit ashayana yang berarti mengelilingi secara menyeluruh. Pendapat itu kemudian ditentang oleh ahli-ahli di kemudian hari seperti Copernicus, Galilei-Galileo, Einstein, dan Stephen Hawking.

Santos berbeda dengan Plato mengenai lokasi Atlantis. Ilmuwan Brazil itu berargumentasi, bahwa pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantaibenua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat. Santos menamakannya Heinrich Events.

Dalam usaha mengemukakan pendapat mendasarkan kepada sejarah dunia, tampak Plato telah melakukan dua kekhilafan, pertama mengenai bentuk/posisi bumi yang katanya datar. Kedua, mengenai letak benua Atlantis yang katanya berada di Samudera Atlantik yang ditentang oleh Santos. Penelitian militer Amerika Serikat di wilayah Atlantik terbukti tidak berhasil menemukan bekas-bekas benua yang hilang itu. Oleh karena itu tidaklah semena-mena ada peribahasa yang berkata, ”Amicus Plato, sed magis amica veritas.” Artinya,”Saya senang kepada Plato tetapi saya lebih senang kepada kebenaran.”

Namun, ada beberapa keadaan masa kini yang antara Plato dan Santos sependapat. Yakni pertama, bahwa lokasi benua yang tenggelam itu adalah Atlantis dan oleh Santos dipastikan sebagai wilayah Republik Indonesia. Kedua, jumlah atau panjangnya mata rantai gunung berapi di Indonesia. Di antaranya ialah Kerinci, Talang, Krakatoa, Malabar, Galunggung, Pangrango, Merapi, Merbabu, Semeru, Bromo, Agung, Rinjani. Sebagian dari gunung itu telah atau sedang aktif kembali.

Ketiga, soal semburan lumpur akibat letusan gunung berapi yang abunya tercampur air laut menjadi lumpur. Endapan lumpur di laut ini kemudian meresap ke dalam tanah di daratan. Lumpur panas ini tercampur dengan gas-gas alam yang merupakan impossible barrier of mud (hambatan lumpur yang tidak bisa dilalui), atau in navigable (tidak dapat dilalui), tidak bisa ditembus atau dimasuki. Dalam kasus di Sidoarjo, pernah dilakukan remote sensing, penginderaan jauh, yang menunjukkan adanya sistim kanalisasi di wilayah tersebut. Ada kemungkinan kanalisasi itu bekas penyaluran semburan lumpur panas dari masa yang lampau.

Bahwa Indonesia adalah wilayah yang dianggap sebagai ahli waris Atlantis, tentu harus membuat kita bersyukur. Membuat kita tidak rendah diri di dalam pergaulan internasional, sebab Atlantis pada masanya ialah pusat peradaban dunia. Namun sebagai wilayah yang rawan bencana, sebagaimana telah dialami oleh Atlantis itu, sudah saatnya kita belajar dari sejarah dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan mutakhir untuk dapat mengatasinya. ***

Penulis, Direktur Kehormatan International Institute of Space Law
(IISL), Paris-Prancis
Read More..

Atlantis - The Lost Continent Finally Found

Dalam bukunya “Atlantis The Lost Continent Finally Found”, Prof. Arysio Santos (Geolog & Fisikawan Nuklir Brazil) meyakini bahwa Atlantis yang hilang adalah Indonesia pada saat sebelum jaman es, ketika pulau-pulau di Indonesia masih bersatu dengan Asia yang merupakan asal mula pusat peradaban manusia.

Dengan teori geologi yang dibuktikan dengan pengamatan satelit, suatu peradaban yang maju yang mungkin terjadi pada masa sebelum jaman es hanya bisa terjadi di daerah tropis. Sedangkan pada masa itu daerah subtropis seperti Eropa masih ditutupi es, tidak memungkinkan suatu kehidupan apalagi suatu peradaban yang maju. Dari segi logika masuk akal, tentu saja teorinya masih harus mendapatkan dukungan bukti-bukti arkeologi yang lebih nyata.
Note:
1) Atlantis sendiri adalah cerita dari Plato (427SM – 347SM) tentang keberadaan benua Atlantis yang sudah punya peradaban tinggi yang tengelam didasar laut.
2) Benua Amerika adalah “invisible” bagi peradaban kuno yang berada di Asia maupun Eropa, sampai ditemukan oleh Christopher Columbus pada tahun 1492. Oleh karena itu Samudra Atlantik oleh peradaban kuno termasuk didalamnya Samudra Pacific.

Yang menarik buat saya didalam bukunya, Prof. Arysio Santos becerita banyak tentang sumber cerita pewayangan yaitu Ramayana, Mahabharata, dan Pustaka Raja Purwa. Tiga sumber utama cerita pewayangan di Jawa. Bahkan menterjemahkan kerajaan Alengkadireja di Ramayana terletak di Sumatera sebelum gunung Toba meletus bukan Sri Langka yang sering disebut oleh sumber di India.

Note: Serat Pustaka Raja Purwa karangan R. Ng. Ronggowarsito (1802 – 1873) adalah serat pedalangan versi Solo, sedangkan versi Jogja adalah Serat Purwakhanda karangan Sri Sultan Hamengkubuwana V (1822 – 1855), sedangkan versi Mangkunegaran adalah Serat Pedhalangan Ringgit Purwa hasil karya KGPAA Mangkunegara VII (1916 – 1944).

Hal ini yang menimbulkan suatu spekulasi bagi saya bahwa ada kemungkinan memang ada kaitannya antara Pustaka Raja Purwa dengan Ramayana dan Mahabharata. Bukan dalam pengertian saat ini yang umum berlaku, yaitu Pustaka Raja Purwa adalah cerita yang dikembangkan dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Tapi malahan sebaliknya, sumber ceritanya telah berkembang di Jawa secara turun temurun dalam bentuk pementasan wayang kulit, kemudian dibukukan menjadi Pustaka Raja Purwa, Purwakanda dan Pedalangan Ringgit Purwa. Sama sekali proses yang berbeda dengan keberadaan Ramayana dan Mahabharata yang berasal dari India walaupun menceritakan hal yang sama.

Kalau kita mengamati cerita wayang di Pustaka Raja Purwa / Purwakanda / Pedhalangan Ringgit Purwa adalah sangat detil, jauh lebih detil dari cerita Ramayana dan Mahabharata. Kalau kita mengacu pada teori Prof. Arysio Santos bahwa pusat peradaban berasal dari Indonesia, justru orang-orang India yang berasal dari Indonesia yang selamat dari akibat tsunami dikarenakan meletusnya gunung Krakatau yang mengakhirinya jaman es, mengembangkan peradaban di India, kemudian menulis cerita pra-tsunami dalam dua episode cerita yaitu buku Ramayana dan Mahabharata, oleh karena itu lebih ringkas dibandingkan dengan sumber cerita yang sama di Jawa. Sudah barang tentu cerita ataupun legenda akan lebih detil apabila lebih dekat dengan sumbernya.

Karena pusat peradaban tengelam, yang selamat adalah mereka yang hidup di dataran tinggi yang saat ini adalah pulau-pulau di Indonesia saat ini. Sedangkan yang hidup di pulau Jawa tidak mungkin meneruskan peradaban tulis yang sudah ada dan tenggelam, jadi ceritanya dalam bentuk legenda dari mulut ke mulut dari generasi ke generasi kemudian lebih diabadikan lagi dalam bentuk pementasan wayang kulit yang akhirnya menjadi buku Pustaka Raja Purwa maupun yang lain-lainnya.

Baru belakangan sejalan dengan tumbuhnya kerajaan Hindu di Jawa, buku Ramayana dan Mahabharata datang ke Jawa bersamaan dengan pengaruh penyebaran agama Hindu dari India. Keberadaan buku Ramayana dan Mahabharata di Jawa hanya sebagai pembanding, karena cerita yang sama dan lebih lengkap sudah ada di Jawa dalam bentuk pementasan wayang kulit.

Teori Prof. Arysio Santos, bisa merupakan suatu cerita baru tentang legenda para pahlawan berbudi luhur yang bersumber dari peradaban Atlantis yang hilang, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Menurut bukunya sudah ada paling tidak tiga siklus peradaban dunia yang hilang dikarenakan bencana alam yang sangat besar:

1. Bencana tsunami maha besar diakibatkan oleh meletusnya gunung Toba yang terjadi pada kurang lebih 75.000 tahun sebelum Masehi. Sehingga gunung Toba menyisakan kaldera sangat luas yang berupa danau Toba saat ini. Peradaban pra tsunami ini kemungkinan adalah yang diceritakan dalam episode Ramayana.

2. Bencana tsunami maha besar diakibatkan oleh meletusnya gunung Krakatau yang mengakhiri jaman es pada kurang lebih 11.000 tahun sebelum Masehi. Yang mengakibatkan gunung Krakatau tenggelam dan hanya kelihatan puncaknya di Selat Sunda saat ini. Peradaban pra tsunami ini kemungkinan adalah yang diceritakan dalam episode Mahabharata.

3. Bencana tsunami maha besar diakibatnya mencairnya es di puncak gunung Himalaya yang terjadi sekitar 3.000 tahun sebelum Masehi yang mejadikan peta India dan Indonesia seperti saat ini. Periode rekonstruksi peradaban yang hilang yang menjadi peradaban yang ada seperti sekarang ini.

Dulunya India dan Indonesia adalah menjadi suatu kesatuan kerajaan maha luas yang berpusat di Indonesia yang saat ini diperkirakan sebagai Atlantis yang tenggelam di Palung Sunda (Laut China Selatan dan Laut Jawa) ketika pulau-pulau di Indonesia masih bersatu dengan benua Asia.

Tentu saja teori Prof. Arysio Santos, bisa jadi akan menjungkirbalikkan cerita asal usul manusia dan peradaban dunia. Walaupun masih harus dibuktikan dengan penemuan arkeologi yang lebih meyakinkan di Laut Jawa dan Laut China Selatan yang disebut sebagai Atlantis yang hilang, dahulunya daratan yang menghubungkan Indonesia saat ini dengan Asia.

Sumber: http://id.shvoong.com/books/guidance-self-improvement/1974509-atlantis-lost-continent-finally/#ixzz1NNpUxsqP
Read More..

The Lost Continent Finally Found

Menurut Prof Santos, Atlantis adalah negeri tropis berlimpah mineral dan kaya akan keanekaragaman hayati yang tumbuh. Kekayaan dan kemewahan itu akhirnya lenyap akibat sebuah bencana besar dan maha dahsyat yang kemudian memisahkan sebuah kontinen menjadi pulau-pulau besar dan pulau kecil dan menenggelamkan sebagian wilayah lainnya.

Hasilnya sekarang ini bisa dilihat ketika Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa yang pernah bersatu dalam satu kontinen.

Diperkirakan sumber bencana maha dahsyat itu pada sekitar 11.600 tahun yang lalu berasal dari meletusnya Gunung Krakatau, sebuah gunung berapi sekarang berada diantara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Letusannya menimbulkan rentetan gempa dan gelombang tsunami yang maha dahsyat, sebuah bencana seratus kali lebih besar dari bencana tsunami Aceh yang terjadi pada 2004 silam. Bencana tsunami ketika itu mengakhiri Zaman Es.

Penggambaran Prof Santos tentang Atlantis lainnya adalah tempat tumbuhnya ilmu dan penemuan besar manusia muncul kali pertama, seperti budaya bercocok tanam, metalurgi, bahasa, seni, astronomi, dan sebagainya. Sedang peradaban-peradaban sesudahnya seperti peradaban Yunani, Maya, Mesir, Aztec dan Inca dibangun oleh bangsa Indonesia yang mengunsi pasca bencana besar. Pada negeri baru itu berhasil mewariskan pengetahuannya, sehingga terjadi difusi budaya yakni adanya banyak persamaan budaya dan arsitektur pada setiap peradaban.

Buku ini berhasil mengkonfirmasi mitologi dan kitab suci beberapa agama yang mengawinkan sains dan agama. Seperti Plato dalam dua dialognya berjudul Timaeus dan Critias pernah mengungkap ciri-ciri Atlantis sangat cocok dengan kondisi geografis Indonesia.

Buku ini adalah hasil penelitian Prof Santos selama 30 tahun. Ciri-ciri Atlantis dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Indonesia sesuai dengan karakteristik Atlantis itu.

Sumber: http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/1958138-atlantis-lost-continent-finally/#ixzz1NNmpIgFS

Read More..

Iman dan Logika Harus Sejalan

Orang selalu mengatakan, bahwa Logika dan Agama tidak selalu berjalan searah.
Oleh karenanya, banyak agama yang menggunakan Iman sebagai sebuah "Pernyataan Komitmen" tanpa alasan

Sementara Dogma adalah, alat yang disakralkan sebagai faham, bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat kitab sucinya adalah hal yang tak terbantahkan.

Dalam Agami Jawi, hal itu tidak dikenal. Karena menurut Agami Jawi, Kepercayaan adalah sesuatu yang dapat dibuktikan, bukan sesuatu yang berupa dongeng.

Kita percaya akan adanya evolusi dari Manusia Purba ke Manusia Modern. Mengapa kita percaya?

Selain itu memang ada, proses itu ada di Tanah Jawa, di tanah dimana kita berpijak.
Agama Rosul selalu menggambarkan dengan adanya Adam dan Hawa di Taman Eden, karena mereka menolak kenyataan proses evolusi yang tak terbantahkan.

Belum lagi setelah penemuan dan pernyataan Prof Santos seorang ahli dari Brazil, bahwa Atlantis yang hilang adalah di lokasi, Nusantara sekarang ini.

Read More..