Ingin Menjadi Kejawen Sejati?

Bagaimana Menjadi Seorang Kejawen Sejati?
Caranya; puasa lah mutih Senin Kamis, pada saat menjalani puasa tersebut tanyakan pada diri sendiri (dasar2 Olah Roso), apakah Anda suka membohongi diri Anda sendiri? Kalau jawabannya, Anda suka membohongi diri Anda sendiri, maka Anda bukan orang yang cocok untuk Menjadi Seorang Kejawen....
Kejawen adalah orang yang memeluk Agami Jawi. Jawi sendiri memiliki arti dan makna : Berbudi Luhur. Jadi Agami Jawi bukan Agamanya orang Jawa saja, melainkan Agamanya orang yang ingin Berbudi Luhur...

Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik. Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik.
Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Hati Nurani.

Senin, 03 Juli 2000

Sayur Lodeh untuk Tolak Bala

Semenjak Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan kekhawatirannya bakal terjadi topan di Pantai Selatan, masyarakat cemas. Apalagi data dari Meteorologi Lanud Adisucipto juga menyatakan hal sama, akan datang topan dengan kecepatan 75-175 km/jam dari arah Darwin, Australia. Topan akan menerjang sehitar tanggal 5, 6, 7, 9, dan 10 Februari.

Penduduk asli Yogyakarta memercayai kekhawatiran Sultan tersebut sebagai sebuah kebenaran yang bakal terjadi. Karena itu, mereka segera berupaya mencegah agar bencana tidak mampir di kota ini. Salah satunya, kecuali berdoa seperti yang dianjurkan Sultan, adalah memasak sayur lodeh dengan jenis sayuran tertentu.

Sayur lodeh tolak bala yang merupakan sayur rakyat tersebut sudah sejak dahulu ada dan dipercaya dapat menghindarkan seseorang dari bencana. Konon, puluhan tahun silam ketika Yogyakarta dilanda pagebluk, masyarakat beramai-ramai memasak sayur itu lantas memakannya. Alhasil, banyak yang selamat dari prahara. Sejak itulah, sayur lodeh tolak bala selalu menjadi konsumsi setiap bakal terjadi sesuatu atau tiap kali ada musibah.

Memasak Bersama

Bukan hanya penduduk asli Yogyakarta yang mengikuti saran yang dipercaya dari Keraton itu. Hampir semua warga pendatang di kampung-kampung ataupun perumahan memasak serta mengonsumsi masakan lodeh. Seperti di Perumahan Nogotirto, Sleman. Di sana, ibu-ibu RT berkumpul, memasak bersama, menghidangkan untuk warga serta menyantap bersama-sama pula.

”Boleh percaya atau tidak, yang jelas tradisi sayur lodeh tolak bala sudah ada sejak zaman leluhur saya dahulu dan sampai kini masih dipercaya oleh penduduk Yogyakarta,” tutur Caritas Warun Kusumo, penduduk Perumahan Nogotirto.

Ada 12 jenis sayur yang diolah menjadi lodeh tersebut, yakni: kluwih, waluh kenthi (waluh kuning), kacang panjang, nangka, kol, daun melinjo, terong ungu, kulit melinjo, tempe gembus, pepaya, lembayung, dan labu siam. Kadang ada yang dicampur dengan petai agar terasa lebih sedap.

Di samping itu, sayur lodeh harus dimakan bersama dengan bubur beras. Itu saja belum cukup, masyarakat juga mendengar kabar yang konon juga dari Njeron Beteng Keraton, menanam uang logam bergambar gunungan di halaman rumah atau di depan pintu atau di pojok rumah.

Sayur lodeh tolak bala barangkali belum akan bermakna tanpa doa. Karena itu, masyarakat masih harus menambah dengan berdoa setiap malam, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Di masjid-masjid, dalam beberapa hari ini sudah terlihat umat yang berdoa sesuai dengan anjuran Sultan membaca 30 surat, mohon keselamatan. Begitu pula umat Katolik disarankan oleh pemuka agama tersebut agar berdoa Rosario pada malam hari pukul 23.00.

Kekhawatiran bakal muncul bencana rupanya menjadi tali penguat persaudaraan. Semua berperilaku sama, berdoa bersama-sama agar selamat dari bencana dengan media kebersamaan sayur lodeh.

Sumber: Suara Merdeka 07 Februari 2005
Read More..

Minggu, 02 Juli 2000

Nasi Tumpeng

Tumpeng merupakan tradisi Sajian yang digunakan dalam berbagai upacara, baik yang sifatnya kesedihan maupun kegembiraan. Tumpeng sarat dengan symbol mengenai ajaran makna hidup.
Secara fisik, tumpeng adalah sajian nasi berbentuk Gunung/kerucut dengan aneka lauk pauk yang ditempatkan dalam tampah (nampan besar, bulat, dari anyaman bambu).

Makna Umum dari Tumpeng adalah;
Gunung menggambarkan kemakmuran sejati.
Air yang mengalir dari gunung akan menghidupi tumbuh-tumbuhan.
Tumbuhan yang dibentuk ribyong disebut semi atau semen, yang berarti hidup dan tumbuh berkembang.

Nasi Putih dan lauk-pauk dalam tumpeng juga mempunyai arti simbolik, yaitu: Nasi putih: berbentuk gunungan atau kerucut, melambangkan tangan merapat menyembah kepada Tuhan. Nasi putih juga melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih. Bentuk gunungan ini juga bisa diartikan sebagai harapan agar kesejahteraan hidup kita pun semakin “naik” dan “tinggi”.

Ayam Jago (jantan) yang dimasak utuh Ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa).

Menyembelih ayam jago juga mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk Ayam Jago, antara lain: sombong, congkak, kalau berbicara selalu menyela dan merasa tahu/menang/benar sendiri (berkokok), tidak setia dan tidak perhatian kepada anak istri.

Ikan Lele: dahulu lauk ikan yang digunakan adalah ikan lele bukan bandeng atau gurami atau lainnya. Ikan lele tahan hidup di air yang tidak mengalir dan di dasar sungai. Hal tersebut merupakan symbol ketabahan, keuletan dalam hidup dan sanggup hidup dalam situasi ekonomi yang paling bawah sekalipun.

Ikan Teri / Gereh Pethek: Ikan teri/gereh pethek dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan Teri dan Ikan Pethek hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan.

Telur: telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan.

Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya.

Piwulang jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah; Kerja Yang Terencana, Teliti, Tepat Perhitungan,dan Diselesaikan Dengan Tuntas.

Sayuran dan urab-uraban: Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa atau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung symbol-simbol antara lain:

KANGKUNG berarti Jinangkung yang berarti MELINDUNGI, tercapai,
BAYAM (bayem) berarti ayem TENTREM,
TAOGE/Cambah yang berarti TUMBUH,
KACANG PANJANG berarti PEMIKIRAN YANG JAUH KE DEPAN / Innovative,
BRAMBANG (Bawang Merah) yang berarti MEMPERTIMBANGKAN SEGALA SESUATU DENGAN MATANG BAIK BURUKNYA,
CABE MERAH diujung tumpeng adalah symbol DILAH/API yang meberikan PENERANGAN/TAULADAN YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN,
KLUWIH berarti LINUWIH atau MEMPUNYAI KELEBIHAN DIBANDING LAINNYA,
BUMBU URAP berarti URIP/HIDUP atau MAMPU MENGHIDUPI (menafkahi) KELUARGA.

Dalam selamatan, nasi tumpeng kemudian dipotong dan diserahkan untuk orang tua atau yang “dituakan” sebagai penghormatan. Setelah itu, nasi tumpeng disantap bersama-sama. Upacara potong tumpeng ini melambangkan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan sekaligus ungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan.

Ada Sesanti Jawi yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makan tidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yang penting tetap berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yang seharusnya adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga, perlindungan
orang tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Dimana pun orang berada, meski harus merantau, harus lah tetap mengingat kepada keluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.

JENIS TUMPENG

Tumpeng Robyong
Tumpeng robyong sering dipakai sebagai sarana upacara Slametan. Karena Tumpeng Robyong merupakan symbol dari keselamatan, kesuburan, dan kesejahteraan. Tumpeng ini biasanya juga dipakai untuk upacara siraman pada perkawinan adat Jawa, Tumpeng ini diletakkan dalam bakul dengan aneka sayuran. Bagian puncak diberi telur ayam, bawang merah, terasi, dan cabai. Di dalam bakul, selain nasi terdapat juga urap, gereh petek, dan telur ayam rebus.

Tumpeng Pungkur
Tumpeng ini ada dalam upacara kematian pria atau wanita lajang/belum menikah, saat jenasah akan diberangkatkan. Isinya hanya nasi putih yang dihias sayuran di sekeliling tubuh tumpeng. Tumpeng kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.

Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng ini untuk syukuran kehamilan di usia tujuh bulan. Diatas tampah yang dialasi dengan daun, Tupeng nasi putih di
letakkan di tengah dan dikelilingi oleh enam Tupeng kecil-kecil. Selain nasi telor rebus, sayuran dan lauk yang lain menyertai.

Tumpeng Putih
Tumpeng putih biasanya untuk acara sakral karena warna putih melambangkan kesucian, tapi juga tidak berbeda jauh dengan tumpeng kuning, sebab sebetulnya tumpeng kuning merupakan modifikasi dari tumpeng putih. Cuma saja, biasanya tumpeng putih tidak memakai ayam goreng, tetapi Ayam Ingkung yang kadang disertai Bumbu Areh. Tumpeng putih juga memakai tahu dan tempe bacem, serta gereh petek.

Tumpeng Nasi Kuning
Isinya tak beda jauh dengan ketentuan Tumpeng pada umumnya, tetapi biasanya ditambahkan perkedel, kering-keringan, abon, irisan ketimun, dan dadar rawis. Warna kuning mengandung arti kekayaan dan moral yang luhur, oleh karenanya Tumpeng ini biasa digunakan untuk acara kebahagiaan seperti kelahiran, ulang tahun, khitanan, pertunangan, perkawinan, syukuran dan upacara tolak bala.

Tumpeng Nasi Uduk (Tumpeng Selametan)
Ini adalah tumpeng nasi gurih yang disertai Ayam Ingkung Bumbu Areh, lalapan, rambak goreng, dan gorengan kedele hitam. Biasanya digunakan untuk peringatan Maulud Nabi. Disebut juga Tumpeng Selamatan.

Tumpeng Formalitas Seremonial/Tumpeng Modifikasi
Tumpeng ini bisa dibilang ‘Tumpeng suka-suka’, karena untuk Tumpeng yang ini tidak memperhatikan arti filosofi yang terkandung dalam Filosofi Tumpeng. Biasanya Tumpeng ini menggunakan Nasi Kuning, Nasi goreng dan nasi warna yang lain. untuk lauk pauknya menurut selera kita sendiri.
Read More..