Ingin Menjadi Kejawen Sejati?

Bagaimana Menjadi Seorang Kejawen Sejati?
Caranya; puasa lah mutih Senin Kamis, pada saat menjalani puasa tersebut tanyakan pada diri sendiri (dasar2 Olah Roso), apakah Anda suka membohongi diri Anda sendiri? Kalau jawabannya, Anda suka membohongi diri Anda sendiri, maka Anda bukan orang yang cocok untuk Menjadi Seorang Kejawen....
Kejawen adalah orang yang memeluk Agami Jawi. Jawi sendiri memiliki arti dan makna : Berbudi Luhur. Jadi Agami Jawi bukan Agamanya orang Jawa saja, melainkan Agamanya orang yang ingin Berbudi Luhur...

Agama Tidak Membuat Orang Jadi Baik

Tidak ada satu Agama pun di dunia, yang bisa membuat orang jadi baik. Yang ada; Orang baik dan mempunyai niat yang baik, menggunakan Agama apa pun, untuk tujuan kebaikan. Pasti dia akan jadi baik.
Jadi pilihlah Agama yang sesuai dengan Hati Nurani.

Rabu, 31 Maret 2010

Kesamaan dan Perbedaan Agami Jawi dengan Beberapa Agama-agama di Dunia lainnya

Kesamaan
  • Tuhan Yang Maha Esa berada di atas segala-galanya.

  • Sama-sama menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
Perbedaan
  • Kedjawen tidak mempunyai Standar Ganda terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Menurut Agami Jawi, Tuhan Maha Segala-galanya dan Maha Menyayangi Ciptaannya. Karena Maha Segala-galanya, Tuhan Yang Maha Esa tidak Bodoh, seperti yang dituduhkan Agama Pendatang, dimana Tuhan Yang Maha Esa hanya mengerti "Satu Bahasa" untuk menerima Doa dari Manusia Ciptaannya, kalau memang Tuhan Yang Maha Esa hanya bisa mengerti "Satu Bahasa" atau hanya mau mengerti "Satu Bahasa", maka sama saja mereka mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak lagi "Maha Segala-galanya dan Maha Menyayangi Ciptaannya".
  • Bagi Seorang Kejawen Sejati, yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah menghukum. Oleh karenanya, Seorang Kejawen Sejati terus menjalani "Olah Roso" untuk dapat ikhlas, memuji, menyembah, beryukur, berpasrah, memohon ditunjukan kebaikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Mengukum demi kebaikan itu hanya ada dalam sudut pandang pikiran Manusia, sementara Tuhan Yang Maha Esa bukanlah manusia.
  • PUJIAN dan MENYEMBAH kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan bahasa, gerak, pikiran, dan hati nurani, tidak dapat diseragamkan, seperti gerak tertentu dan bahasa tertentu. Bagi Seorang Kejawen, berdoa selalu dengan Bahasa Ibu. Karena, kita sama-sama tahu, bahwa Tuhan Yang Maha Esa, adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita tahu dan mengungkapkannya dengan kata-kata.
  • Dengan keyakinan niat yang positif, didapat dengan OlahRoso, berkomunikasi dengan Tuhan Yang Maha Esa, TIDAK DIPERLUKAN PERANTARAAN APA DAN SIAPAPUN . Hubungan komunikasi inilah, yang justru akan menciptakan ketenangan yang lebih esensial. Sementara, beberapa Agama di Dunia menempatkan Nabi/Rasul sebagai perantaranya.

  • PUJIAN dan RASA TERIMAKASIH kepada Tuhan Yang Maha Esa, juga dibarengi dengan menghormati Pihak Lain (Alam, Mahluk Halus, Sesepuh, Orang Lain, dlsb). Karena Kedjawen tidak menempatkan manusia (dirinya) sebagai mahluk yang paling sempurna dibanding dengan lainnya. Sementara, beberapa Agama di Dunia menempatkan Manusia sebagai mahluk sempurna, dibanding maluk lainnya di Dunia ini.

  • BERDERMA tidak bisa dihitung dengan matematis, tetapi dengan keikhlasan. Sebagai mahluk yang tumbuh dari titipan Tuhan, maka keikhlasan bisa diperoleh dengan cara OlahRoso. Sementara, beberapa Agama di Dunia menempatkan hukum matematis, untuk berderma.

  • AGAMA LAIN menggunakan KITAB SUCI-nya sebagai acuan bagi penganutnya untuk berinteraksi dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan bagi AGAMI JAWI, Seorang Kejawen justru dituntut untuk mendekatkan dirinya sendiri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan cara Olah Roso yang ikhlas, agar mendapatkan jalan menuju Manunggaling Kawulo Ghusti. Sementara, Agama di Dunia mengatakan bahwa KITAB SUCI adalah buatan Tuhan Yang Maha Esa.
Catatan :
Kalau diibaratkan mainan (esensinya; semua orang pada saat kecilnya mempunyai kecintaan pada sesuatu - bisa konkrit maupun imajinatif - melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri)
Maka, ibarat beberapa agama-agama di dunia lainnya adalah sebuah rumah-rumahan yang sudah jadi (si anak tinggal memainkannya), sementara Agama Jawi adalah rumah-rumahan yang dibuat dari Lego (atas kreasi keseimbangan anak itu sendiri – antara pikiran dan hatinya). Lagi-lagi yang perlu untuk diingat, Tuhan Yang Maha Esa, adalah maha tahu dan maha segala-galanya, sehingga Tuhan Yang Maha Esa sudah tahu sebelum kita ingin memberitahukan kepada Nya.
Read More..

Senin, 29 Maret 2010

Silat Sudah Ada Sejak 15.000 tahun SM

Sejak kapan beladiri Silat ada di Nusantara? Inilah pendapat Donald Frederick Draeger ( 15 April 1922 – 20 Oktober 1982), pakar seni beladiri Asia dan seorang marinir Amerika. Ia dikenal sebagai pakar beladiri karena melakukan riset mendalam serta mempelajari langsung banyak cabang beladiri jepang, korea dan Cina. Ia juga sempat menjadi koreografer perkelahian dalam berbagai film laga aksi termasuk salah satunya adalah seri James Bond, “You Only Live Twice” (1967) yang dibintangi oleh Sean Connery.

Menurut Draeger, pada masa Palaeolitik (sekitar 15.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di Jawa yang dikenal dengan nama pithecantropus erectus sudah mengenal tehnik perkelahian atau beladiri sederhana, yakni dengan jurus tangan kosong atau dengan kembangan memakai senjata tongkat atau batu. Drager mengemukakan teori ini dengan mengajukan temuan Tengkorak Ngandong dan Wadjak yang ditemukan bersama peralatan batu sederhana seperti kapak batu. Batu yang ditajamkan salah satu sisinya dengan cara dipecahkan satu sama lain. Kapak batu genggam ini disebutnya sebagai senjata sederhana dalam perkelahian maupun sebagai peralatan untuk keperluan lainnya, seperti berburu ataupun mengolah makanan atau baju.

Pada masa selanjut (Mesolitik dan Neolitik, 15.000 – 3.000 tahun sebelum masehi), manusia primitif di lansekap nusantara mulai mengalami kemajuan dengan memperhalus peralatan dan senjatanya. Draeger menduga, seni beladiripun sudah mengalami kemajuan dari segi jurus akibat diperhalusnya senjata kapak batu itu.

Di masa klasik Indonesia, menurut Draeger – yang juga menulis buku Javanes Silat Martial Art of Perisai Diri ini – bukti adanya seni bela diri bisa dilihat bukan saja dari berbagai artefak senjata yang ditemukan dari masa klasik (Hindu-Budha) melainkan juga pada pahatan relief-relief yang berisikan sikap-sikap kuda-kuda untuk silat di candi Prambanan dan Borobudur.

Dalam bukunya Draeger menuliskan bahwa pada saat bukunya disusun (medio 1970-an) senjata dan seni beladiri silat adalah tak terpisahkan dari orang Indonesia. Silat bisa dilihat kebutuhannya bukan hanya dari sekedar olah tubuh saja, melainkan juga pada hubungan spiritual yang terkait erat dengan kebudayaan Indonesia.

sumber: Kampung Silat Jampang dan SilatIndonesia
Read More..

Minggu, 28 Maret 2010

Tatanan Doa Permohonan

Bersyukur > Berserah Diri > Mohon Petunjuk > Permohonan > Beryukur

Bersyukur
Atas karunia Ghusti yang diterima dan yang berkaitan dengan Permintaan

Berserah Diri
Mengakui kesalahan2 yang berkaitan dengan Permintaan dan mohon ampunanNya.

Mohon petunjuk dan tuntunanNya
Ceritakan masalah yang sedang dihadapi

Permohonan
Utarakan masalah yang sedang dihadapi dan utarakan pula keinginan yang ada

Bersyukur
Atas izinNya untuk merasakan kebahagiaan dan untuk memohon

Catatan:
- Dikerjakan sebaiknya di waktu malam
- Ucapkan dengan suara pelan secara perlahan, agar kita sendiri mendengar dan mengerti (dengan bahasa Ibu)
- Sebelum berdoa pikirkan semua nikmat2 yang dirasakan dan ingat2lah kesalahan2 yang telah diperbuat sebisa mungkin yang berkaitan dengan hal yang sedang menjadi beban pikiran
Read More..

Tata Cara Membuat Obat

Pegang dengan kedua telapak tangan gelas air putih, ketika akan minum atau tempat air seperti, teko, gallon atau bak, ketika akan mandi, kemudian berdoa.

Ghusti
Saya mohon kiranya, Ghusti berkenan menjadikan zat air ini sebagai PENGHILANG segala penyakit lahir dan bathin saya/dalem


Hanya kepada Ghusti ingsun memohon
Matursembahnuwun Ghusti

Catatan:
Dilaksanakan sesering mungkin sampai sembuh
Read More..

Sabtu, 27 Maret 2010

Bahasa untuk Doa dan Sembahyang

Saya memang cenderung menggunakan kosa kata bahasa Indonesia dalam blog ini, dan bukan menggunakan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan, Agama Jawi adalah bukan Agamanya orang Jawa saja, karena Jawi itu bukan berarti Jawa. Tetapi, “Jawi” mempunyai makna “Memiliki Budi Pekerti Yang Luhur” yang didalamnya sarat dengan muatan “Keseimbangan dan Kebahagiaan Hidup.”

Apa yang membuat kita dapat merasa dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa, ketika kita berdoa atau sembahyang menghadap Nya?
- Kita harus mengerti terlebih dahulu, makna apa yang ingin kita lafalkan (baik dalam hati, maupun diucapan dengan kata-kata). Karena hal ini, merupakan proses antara “Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar” kita, bahwa kita benar-benar membutuhkan Ghusti.
- Dengan mengerti dan menghayatinya secara alami, hal ini akan membuat “Alam Bawah Sadar” kita dapat menangkap dan merespon makna tersebut dengan benar, ketika kita mengucapkan kata-kata yang memang kita mengerti dan menghayatinya sejak kita kecil, atau disebut dengan menggunakan bahasa Ibu.
- Dengan menggunakan bahasa Ibu, ibarat kita hidup di dunia ini, orang yang pertama memberikan kesempatan untuk kita melanjutkan hidup kita adalah Ibu. Oleh sebabnya, Ibu diberikan kemampuan oleh Ghusti, untuk dapat menyusui anaknya. Di lain pihak, bahasa Ibu pun, adalah bahasa yang pertama didengar oleh “Alam Bawah Sadar” kita, sejak kita berada dalam kandungannya.
- Jadi, dengan menggunakan bahasa Ibu, sudah pasti, kita mengerti dan menghayati secara alami tanpa pemaksaan, makna dari kosa kata yang kita lafalkan.
- Kekuatan pengertian antara “Alam Sadar dan Alam Bawah Sadar” kita, adalah sebuah kekuatan yang jika digunakan dengan keikhlasan kepada Ghusti, maka hasilnya pun akan menghasilkan segala sesuatu yang positif.

Mengapa ada beberapa Agama yang mengharuskan berdoa atau sembahyangnya dengan bahasa tertentu?
- Memang, setiap bahasa memiliki kekuatan atau ruh dari bahasa itu sendiri, dalam menjelaskan sesuatu. Seperti kita tahu, bahasa Jerman ruhnya adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tehnik, dimana kita tahu, kosa kata mengenai hal-hal tehnik, tidak ada bahasa yang sekomplit bahasa Jerman. Di sini lain, bahasa Prancis, memiliki kekuatan atau ruh bahasa “Cinta”, artinya, bahasa Prancis memiliki kosa kata yang lebih komplit, mengenai hal-hal yang berhubungan dengan “Cinta”, jika dibandingkan dengan bahasa lainnya.
- Selain itu, yang perlu kita ketahui bersama, bahwa bahasa Jawa adalah bahasa yang juga diakui oleh dunia internasional, sebagai bahasa pergaulan yang paling komplit di dunia. Tetapi, Agama Jawi tidak memaksakan untuk digunakan oleh seorang Kejawen. Hal ini jelas, dengan menggunakan bahasa Ibu, kita akan lebih mendapatkan ketenangan bathin, karena kita akan dapat benar-benar berkomunikasi dengan Nya.

Bolehkah kita Berdoa dan Sembahyang dalam bahasa Ibu?
- Tidak saja dibolehkan, tapi justru diharuskan. Hal ini karena, agar kita bisa mendapatkan rasa kedekatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebabnya, kita tidak perlu menghafal dan menghayatinya lagi makna kosa kata yang akan kita lafalkan.
- Proses mengerti dan menghayati “Makna Kosa Kata” secara alami, akan menghasilkan keikhlasan yang alami pula dari dalam diri kita.

Catatan:
Mahluk Halus atau mahluk Ghaib saja, mengerti apa yang dimaksud oleh seluruh manusia di muka bumi ini. Lalu bagaimana dengan Tuhan Yang Maha Esa? Tuhan Yang Maha Esa, tidak hanya mengerti setelah diucapkan oleh manusia, tetapi Tuhan Yang Maha Esa sudah lebih tahu sebelum kita ucapkan sekalipun.
Read More..

Jumat, 26 Maret 2010

Dua Ancaman Besar dalam Ajaran Agama Jawi

Dalam ajaran Agama Jawi, terdapat dua bentuk ancaman besar yang mendasari sikap kewaspadaan (eling lan waspada), karena dapat menghancurkan kaidah-kaidah kemanusiaan itu sendir.

Hawa Nafsu
Manusia harus mampu meredam hawa nafsu, dengan mengontrol nafsu-nafsunya yang muncul dari sembilan unsur yang terdapat dalam diri manusia.

Nafsu merupakan perasaan kasar, yang akan menggagalkan kontrol diri manusia, dan membelenggu, serta membutakan kita dari dunia lahir maupun bathin.

Nafsu akan menjadi sumber yang memboroskan kekuatan-kekuatan bathin tanpa ada gunanya. Dengan nafsu yang tidak terkontrol, manusia akan justru menjadi lemah.

Lebih lanjut, nafsu akan lebih berbahaya, karena mampu menutup Akal Budi. Sehingga manusia yang menuruti hawa nafsu-nya, tidak lagi menuruti akal budinya (budi pekerti). Manusia demikian, tidak dapat mengembangkan empati-nya, mereka semakin mengancam lingkungannya, menimbulkan konflik, ketegangan, dan merusak ketentraman kehidupan kita semua.

Pamrih.
Apa tujuan kita berbuat baik? Berbuat baik adalah sebuah Kewajiban, karena dengan berbuat baik dengan pihak lain (Manusia, Alam, Alam Ghaib, dlsb) ciptaanNya, berarti kita pun menjunjung dan mensyukuri segala yang diberikan Ghusti kepada kita..

Berbuat baik kepada pihak lain (Manusia, Alam, Alam Ghaib, dlsb) dengan pamrih, hal ini sama saja dengan tidak mensyukuri kenikmatan dan kebahagiaan yang diberikan oleh Ghusti kepada kita.
Read More..

Bertegur Sapa

Dengan teman sebaya
Kita wajib mengucapkan kata “Salam” dengan tangan sedakep (posisi jempol mengenai belahan dada). Artinya, saya menghormati Anda, dari dalam hati saya.

Dengan orang yang lebih tua atau dituakan
Kita wajib mengucapkan kata “Salam” Dengan tangan sedakep (posisi jempol mengenai bawah bibir/bawah dagu). Artinya, saya menghormat Anda, tidak saja dari dalam hati saya, tetapi saya pun akan bertutur kata dengan santun kepada Anda.
Read More..

Bertamu ke Rumah Orang

Jika kita bertamu ke rumah orang, dan mengetuk pintunya,kita wajib meng ucapkannya “Sepada”. Artinya, permisi siapa yang ada di dalam? (pemilik rumah, atau penghuni rumah lainnya termasuk mahluk Gaib)

Catatan:
Apakah mahluk Gaib mengerti bahasa manusia – seperti “Sepada” misalnya? Mereka tidak menggunakan oral vocabulary, tetapi mereka memahami dan menterjemahkan getaran / gelombang yang keluar dari manusia. Sehingga, dimanapun mereka berada, mereka mengerti apa yang dibicarakan atau dimaksud oleh manusia.
Read More..

Masuk ke Rumah Sendiri

Membuka pintu dengan mengucapkan dalam hati “Terimakasih Ghusti, ingsun tiba di rumah dengan selamat”

Mengapa tidak mengucapkan salam? Hal ini dikarenakan, kita memasuki tempat tinggal kita (bisa rumah sendiri atau kontrak), agar penghuni halus lainnya mengetahui bahwa mereka adalah tamu bukan tuan rumah. Sebab, jika kita masuk ke tempat tinggal kita dengan mengucapkan salam, maka penghuni halus merasa dirinyalah yang menjadi tuan rumah. Dengan demikian, mereka mempunyai hak mengusir atau mengganggu tamunya.

Memang untuk masuk tempat tinggal kita (rumah sendiri atau kontrak) untuk pertama kalinya, saat pindahan, kita harus minta izin terlebih dahulu.

Catatan:
Kosa kata Salam sudah dikenal jauh sebelum Masehi
Orang Kristen(Masehi) mengucapkan kata Shalom (terjemahannya salam), Orang Islam (Abad ke 6) mengucapkan Assalammuailaikum
Read More..

Dosakah seorang Kejawen pindah ke Agama lain?

Tidak ada satu orang pun yang berhak untuk menghakimi seorang Kejawen, yang pindah ke Agama lain. Karena Tuhan Yang Maha Esa, memberikan kita Hati dan Pikiran, yangmana itu semua, sudah diserahkannya sejak kita lahir di muka bumi.

Dengan kepindahannya dari Agama Jawi ke Agama lain, ini berarti ia memilih pola hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dan bagaimana dirinya menempatkan Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri. Apakah dirinya ingin memiliki hubungan yang langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa (tetap pada keyakinan Agama Jawi), atau dengan “Perantara” (pindah ke agama Rasul).


Catatan :
Agama Rasul menempatkan Rasul sebagai “Perantara” komunikasi, antara dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya, dalam sembahyang atau doa mereka, mereka tidak lupa menyebutkan atau bahkan mendoakan para “Perantara” mereka terlebih dahulu, sebelum memberikan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di lain pihak, hal tersebut sebagai wujud eksistensi mereka, bahwa mereka ada di jalur “Perantara” yang mana.
Read More..

Berdosakah karena pindah Agama?

Berdosa karena pindah Agama, atau apapun sebutannya, banyak Agama mengutuk umatnya yang keluar dari Agamanya. Bagi seorang Kejawen Sejati yang berasal dari ajaran turun temurun keluarganya, bersyukurlah dirinya, karena ia tidak perlu mengalami pindah-pindah agama.

Tetapi, bagi seorang yang baru sadar akan keluhuran Agami Jawi setelah dirinya dewasa, dan ingin kembali lagi sebagai seorang Kejawen Sejati. Percayalah, Ghusti / Tuhan Yang Maha Esa tidak akan pernah menghukumnya. Karena, ketika dirinya menganut Agama Rosul yang menempatkan dirinya tidak lagi sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, dimana hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa harus melalui “Perantara” untuk menyampaikan doa atau pujian kepadaNya.

Tidak sedikit pun Tuhan Yang Maha Esa menghukumnya, apalagi ketika ia sadar dan ingin memperbaiki kesalahan masa lalunya, dan kembali ke keyakinan Agami Jawi yang hakiki tersebut. Di lain pihak, mengakui dan meyakini bahwa kehidupan dirinya adalah pinjaman dari Ghusti, yang pada awalnya dititipakan kepada orang tua mereka yang melahirkannya.
Read More..